Prospek
pengembangan tanaman obat sangat baik pada masa mendatang. Faktor pendukung
pengembangan tanaman obat di Indonesia antara lain adanya sumber kekayaan alam Indonesia
dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Pengobatan tradisional
telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun
sehingga menjadi warisan budaya bangsa.Isu global ‘back to nature’ meningkatkan
pasar produk herbal Indonesia. Namun demikian, krisis moneter menyebabkan
pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat dan
kebijakan pemerintah berupa berbagai peraturan perundangan yang menunjukan
perhatian serius bagi pengembangan tanaman obat.
Tanaman
obat yang menjadi salah satu prospek pengembangan tanaman obat di Indonesia
adalah Purwoceng. Tanaman purwoceng merupakn tanaman obat yang berpotensi besar
untuk kesehatan, terutama untuk meningkatkan kebugaran dan stamina pada pria.
Namun hal ini tidak dibarengi dengan adanya proses budidaya yang baik. Berdasarkan
status erosi genetiknya, tanaman purwoceng dapat dikelompokkan ke dalam
kategori genting (endangered) atau hampir punah (Rivai et al. 1992).
Kegentingan tersebut terutama disebabkan oleh tindakan eksploitasi yang
berlebihan tanpa diimbangi oleh upaya konservasi. Sebagian besar perusahaan
obat tradisional (jamu) mengambil atau memanen bahan tanaman purwoceng secara
langsung dari habitatnya tanpa usaha peremajaan. Mengingat bahan utama tanaman
yang dipanen adalah akarnya, maka tindakan pemanenan secara otomatis merusak
tanaman secara keseluruhan. Kegentingan tersebut juga disebabkan oleh rusaknya
hutan konservasi yang menjadi habitat asli purwoceng. Selain itu, kegentingan juga
disebabkan oleh langkanya budi daya purwoceng di tingkat petani karena adanya
pencurian yang terkait dengan mahalnya komoditas tersebut. Kendala lain adalah
mahalnya harga bibit yang dapat mencapai Rp 4.000-Rp 10.000 per batang, bahkan
harga benih dapat mencapai jutaan rupiah setiap ons. Untuk tetap memelihara
kelestarian tanaman purwoceng maka pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan
Makanan mengeluarkan edaran kepada industri jamu untuk tidak menggunakan bahan
tanaman tersebut, kecuali dari sumber budi daya.
A. Sejarah Tanaman Purwoceng
Purwoceng merupakan tanaman herba
komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak
(meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan
saluran air seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Tanaman
tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik di daerah
pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di
Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur. Populasi purwoceng sudah langka
karena mengalami erosi genetik secara besar-besaran, bahkan populasinya di
Gunung Pangrango Jawa Barat dan area pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah
musnah (Darwati dan Roostika (2006) dalam
Bramanty et al. (2013).
Purwoceng sampai saat ini diperkirakan hanya
terdapat di dataran tinggi Dieng dan semakin dikenal keberadaannya karena
khasiat yang dimilikinya. Sejarahnya bermula dari penduduk/petani di dataran
tinggi Dieng yang setiap habis bekerja keras, kemudian mengkonsumsi air seduhan
purwoceng dengan air panas. Tujuan awalnya untuk menjaga supaya kesehatannya
terpelihara, tidak masuk angin dan sekedar untuk meningkatkan derajat
kesehatan. Tetapi kemudian terjadi pergeseran kesan (image), yang tadinya hanya
sekedar untuk memelihara derajat kesehatan, kemudian berkembang menjadi semacam
obat kuat bagi kaum pria. Daerah sekitar pegunungan Dieng lahannya terjal,
berbukit dengan tingkat kecuraman sampai 80 derajat, ditambah cuaca dingin yang
menusuk, menuntut para petani setempat harus tetap prima kesehatannya.
Perkembangan selanjutnya, komoditas tersebut semakin di cari orang terutama
para pengusaha industri obat tradisional sebagai bahan baku obat kuat bagi
laki-laki.
B.
Klasifikasi Tanaman Purwoceng
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Umbelliflorae
Suku : Umbelliferae
Marga : Pimpinella
Jenis : Pimpinella pruatjan
Molkenb.
Nama Indonesia : Purwoceng, Purwaceng (Jawa).
Purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molkenb.)
termasuk famili Apiaceae merupakan tanaman herbal tahunan aromatis yang tumbuh
pada habitat dataran tinggi. Purwoceng merupakan tanaman terna, membentuk
rosset, tangkai daun berada di atas permukaan tanah sehingga tajuk tanaman menutupi
permukaan tanah hampir membentuk bulatan dengan diameter tajuk ± 3.645 cm (Rahardjo
2006). Purwoceng merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk silang.
Purwoceng berbunga pada umur 5 – 6 bulan setelah tanam, tangkai bunga keluar
pada bagian ujung tanaman. Setiap tandan bunga yang berbentuk payung terdapat
bunga antara 8 – 15, yang selanjutnya akan membentuk biji. Dalam satu tanaman
dapat menghasilkan 1.500 – 2.500 biji (Rahardjo 2006).
Purwoceng
termasuk kelas Dicotyledoneae berakar tunggang. Ukuran akar bagian pangkal akan
bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga terlihat
seperti ginseng, tetapi ukurannya tidak sebesar ginseng. Akar-akar rambut
keluar di ujung-ujung akar tunggang.
C.
Cara Budidaya Tanaman Purwoceng
Pada awalnya, purwoceng merupakan tanaman liar yang
tumbuh di bawah tegakan tanaman keras atau hutan, sehingga kurang bagus
pertumbuhannya apabila tanaman ini terkena sinar matahari langsung. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, maka dalam budidaya purwoceng
penanaman dilakukan di bawah tegakan atau ditumpangsarikan dengan tingkat
naungan 45-55%. Tingkat naungan lebih dari 55% menyebabkan pertumbuhan
purwoceng tertekan dan terjadi etiolasi, pertumbuhan memanjang dan secara
visual tanaman terlihat kecil (Rahardjo 2006).
Berdasarkan pendapat Haryanti (2010) dalam Bramanty et al. (2013)
masalah intensitas cahaya untuk tanaman purwoceng ini ada perbedaan kondisi
yang ternaungi dan tidak ternaungi. Tumbuhan yang ternaungi akan menunjukkan
laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju
fotosintesis tumbuhan cocok ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas
cahaya yang lebih rendah, laju fotosintesis lebih tinggi pada intensitas cahaya
yang sangat rendah, titik kompensasi cahaya lebih rendah dibanding tumbuhan
cocok terbuka.
Purwoceng
dapat diperbanyak dengan biji, setiap rumpun tanaman dapat menghasilkan ratusan
biji bernas. Purwoceng akan membentuk bunga 6 Bulan Setelah Tanam (BST),
setelah 2 bulan dari masa pembungaan biji telah (Pimpinella pruatjan Molkenb.) masak. Biji dapat dipanen apabila
telah masak, yang dicirikan berwarna
cokelat kehitaman dan selanjutnya dikeringkan. Biji yang telah kering dapat disemaikan di pesemaian. Biji yang
sudah bisa di semaikan, selanjutnya ditabur pada petak yang dicampur dengan
pupuk kandang secara matang dan diusahakan biji tertutup dan tidak terlihat.
Selain itu ada pula cara pembibitan yang dilakukan dengan cara pengambilan bibit yang telah tumbuh dengan
sendirinya disekitar tanaman induk, kemudian dipindahkan ke polibag. Setelah
kurang lebih selama 2 – 3 bulan di polibag tanaman baru bisa dipindahkan ke
lahan produksi.
Dilihat
dari pengolahan tanah, untuk tanaman purwoceng ini dilakukan dengan cara lahan
yang telah dipilih, diolah sedalam 25 – 30 cm dengan menggunakan cangkul atau
garpu, sehingga tanah menjadi gembur. Untuk menghindari terjadinya genangan air,
agar aerasi tetap terjaga, perlu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar ±
1 – 1,5 m dan panjang ± 2 – 3 m atau disesuaikan dengan keadaan lahan. Jarak antara
bedengan dibuat parit selebar 30 – 40 cm dengan kedalaman 20 – 30 cm. Lobang
tanam dibuat dengan jarak antar lobang tanam disesuaikan dengan jarak tanam
yang telah direncanakan.
Penanaman
yang dilakukan dapat dengan cara menanam pada awal musim penghujan dan ketika
ditanam pada musim kemarau harus ada aliran air yang cukup. Sementara itu jarak
tanam yang dibutuhkan untuk menanam purwoceng ini adalah 25 cm x 25 cm atau 30
cm x 30 cm. Kemudian lubang tanam yang sudah sesuai dengan jarak tanamnya
diberi pupuk kandang sebanyak 0,25-0,5 kg per lubang tanam. Disamping masalah
penanamn, proses pemeliharaan juga menjadi faktor yang juga sangat perlu
diperhatikan. Pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 minggu yaitu
dengan melakukan penyulaman pada tanaman yang mati. Selain itu untuk
menghindari adanya persaingan anatara tanaman dalam hal kebutuhan unsur hara,
maka dilakukan penyiangan yang dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu.
Penyiangan merupakan kegiatan untuk mencabut tanaman pengganggu seperti gulma
yang bisa merugikan pertumbuhan tanaman purwoceng ini. Dilihat dari hambatan
hama dan penyakit, selama ini belum ditemukan hama dan penyakit yang menyerang
tanaman purwoceng ini secara signifikan, dan apabila terjadi penyerangan, maka
penyemprotan dengan pestisida tidak boleh berlebihan.
Unsur
hara merupakan kebutuhan pokok bagi tanaman, unsur hara mengandung banyak bahan
organik dan mineral yang berfungsi sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Berkaitan dengan unsur hara, maka pemupukan menjadi kegiatan yang
sangat penting. Tanaman purwoceng membutuhkan pupuk kandang, SP36 dan KCl dan
pupuk susulan terdiri dari Urea. Pupuk dasar berupa pupuk kandang diusahakan
yang telah matang diberikan sebelum tanam, diberikan lebih kurang tiga hari
sebelum tanam dengan dosis 20 – 40 t/ha, atau sebanyak 0,25 – 0,5 kg untuk
setiap lobang tanam. Seluruh dosis pupuk SP36 dan KCl diberikan bersamaan saat
tanam. Pupuk susulan diberikan tiga kali, 1/3 dosis pupuk Urea diberikan
sebulan setelah tanam, 1/3 nya lagi diberikan pada tanaman umur 3 BST, dan 1/3
dosis berikutnya diberikan pada tanaman umur 5 – 6 BST. Cara pemberian pupuk
dilakukan dengan cara tugal sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari tanaman di
setiap rumpun tanaman. Pupuk Urea, SP36 dan KCl masing-masing diberikan dengan
dosis 400, 200 dan 300 kg/ha, atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan
yang ditanami.
D.
Kandungan Bioaktif
Penggunaan
tanaman obat dibidang pengobatan pada prinsipnya tetap didasarkan pada
prinsip-prinsip terapi seperti pada penggunaan obat moderen. Oleh karenanya
informasi kandungan senyawa aktif tanaman obat mutlak diperlukan. Umumnya
tanaman obat jarang memiliki bahan senyawa tunggal, sehingga sulit untuk
memastikan kandungan aktif mana yang berkasiat untuk pengobatan penyakit tertentu.
Misalnya khasiat akar tanaman purwoceng (Pimpinella
alpina) yang diketahui dari pengalaman-pengalaman orang kemudian berkembang
menjadi image berkasiat sebagai aprodisiak ternyata mengandung :
a) turunan dari senyawa
sterol, saponin, alkaloida
b) triterpenoid-steroid
c) sitosterol
d) stigmasterol
e) senyawa pergaphen
dan iso pergaphen
f) Senyawa diuretik
g) Senyawa kumarin
Pengaruh
Zat Kimia Terhadap Proses Kimia Dalam Tubuh
Proses
kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup umumnya memerlukan enzim yang
bertindak sebagai katalis di dalam tubuh. Kandungan dalam purwoceng disebut substrat
yang menghasilkan produk. Enzim pada tanaman purwoceng termasuk enzim
pencernaan yang bekerja di luar sel (eksrasel) karena purwaceng dicerna oleh
tubuh.
Proses
kimia pada tanaman purwaceng terdiri dari :
a.
Katabolisme yang bersifat eksergonik
(menghasilkan energi kimia yang digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas
sel)
b.
Anabolisme (kemosintesis dengan
menggunakan sumber energi yang berasal dari reaksi kimia eksergonik dan
oksidasi senyawa organik yaitu :
1.
Senyawa-senyawa turunan saponin,
alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh
serta memperlancar peredaran darah.
2.
Akarnya digunakan sebagai aprosidiak
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat
yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Tanaman obat bekerja memperbaiki
imunitas tubuh, dan membangkitkan rangsang pada sistem syaraf pusat yang juga
memperbaiki sirkulasi darah, lalu akan membangkitkan kesegaran tubuh dan
mendorong gairah seksual, serta akhirnya fungsi ereksi membaik. Beberapa
tanaman obat yang memiliki fungsi afrodisiaka atau pembangkit gairah erotis
(obat erogenik atau sex arousal agent), di antaranya bawang putih dan Pimpinella pruacen atau purwoceng. Senyawa
aktif yang terkandung dalam tanaman ini memberikan efek memberi rasa hangat
pada tubuh serta meningkatkan emosi. Tumbuhan ini bermanfaat memperbaiki
peredaran darah perifer maupun peredaran darah otak yang akan menciptakan
rangsang erotik lebih baik. Ini akan membangkitkan libido melalui susunan
syaraf pusat dan otonom sehingga memproduksi penghantar syaraf
(neurotransmitter) nitrit oksida (NO). NO merupakan syarat utama untuk
terjadinya relaksasi otot polos dalam korpus kavernosum yang diperlukan untuk
membangkitkan ereksi.
3.
Purwaceng memiliki kandungan sejumlah
zat, seperti triterpenoid-steroid yaitu subset dari hormon seks yang
menghasilkan perbedaan seks atau mendukung reproduksi. Corticosteroids termasuk
Glukokortikoid dan mineralocorticoids. Glukokortikoid mengatur banyak aspek
metabolisme dan fungsi kekebalan, sedangkan mineralocorticoids membantu
mempertahankan kontrol volume darah dan ginjal ekskresi elektrolit.
4.
Sitosterol dan stigmasterol memiliki fungsi
utama meningkatkan fertilitasspermatozoid. Tambah lagi senyawa afrodisialdi
dalamnya. Afrodisial diyakini dapat membangkitkan hormon seksual.
5.
Tanaman ini juga mempunyai kandungan
senyawa pergaphen dan iso pergaphen yang berfungsi meningkatkan stamina tubuh.
6.
Tanaman purwoceng mempunyai kandungan bahan
yang bersifat aprodisiak pada akar mengandung senyawa diuretik . Diuretik
adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut
dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstra sel kembali menjadi normal sehingga mampu melancarkan air seni,
peredaran darah, menghangatkan dan menyehatkan tubuh.
7.
Bagi konsumen yang terkena Disfungsi
ereksi (DE). Purwoceng, daya kerjanya langsung ke syaraf-syaraf di sekitar
organ genital pria.
8.
Akar purwoceng mengandung turunan senyawa
kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk
aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker
Kegunaan
Purwaceng Bagi Tubuh
Pada
mulanya, tanaman purwaceng digunakan oleh penduduk disekitar pegunungan Dieng
(daerah asalnya) hanya untuk pemeliharaan kesehatan atau peningkatan derajat
kesehatan. Namun sejalan dengan perkembangan penelitian dan isu yang
dihembuskan, tanaman ini berkembang menjadi komoditas yang sangat ”laku jual”
sebagai bahan aprodisiak, bahkan kini telah dipopulerkan oleh masyarakat dan
Kelompok Tani setempat dengan sebutan ”Viagra Jawa”. Setelah proses yang
terjadi dalam tubuh. Sel menghasilkan produk-produk senyawa yang langsung
memberikan manfaat nyata bagi tubuh. Manfaat yang dihasilkan tanaman purwaceng
diantaranya :
1.
Khasiat purwaceng yang paling populer
adalah untuk membangkitkan dan menjaga potensi vitalitas pria. Sebuah
penelitian menunjukkan, purwaceng dapat meningkatkan libido, meningkatkan
hormon testosteron, dan meningkatkan jumlah spermatozoid.
2.
Menghangatkan tubuh, saraf dan otot
3.
Menambah stamina tubuh
4.
Melancarkan buang air kecil.
5.
Berkhasiat sebagai obat analgetika
(menghilangkan rasa sakit).
6.
Menurunkan panas
7.
Obat cacing
8.
Antibakteri dan Antikanker.
9.
Mengatasi disfungsi ereksi., impotensi,
dan kanker prostat.
10.
Menghilangkan masuk angin dan pegal
linu. (Syaiful, 2008)
E.
Panen dan Pacsa Panen
Panen
dapat dilakukan setelah tanaman memasuki masa generatif (berbunga), karena pada
saat tersebut metabolisme metabolit sekunder ada dalam kondisi puncak, sehingga
kandungan zat berkhasiat ada dalam kondisi yang maksimal. Metabolit sekunder
tersebut yang mempunyai khasiat obat. Masa generatif tanaman purwoceng dimulai
pada umur 6 – 12 BST. Panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau atau pada
saat tidak banyak turun hujan. Pada musim kemarau, kandungan metabolit sekunder
di dalam tanaman akan lebih tinggi dibanding dengan waktu panen yang dilakukan
pada musim hujan dan banyak air. Panen tanaman dilakukan dengan mengangkat
seluruh bagian tanaman termasuk akar, dengan cara menggali dengan menggunakan
alat garpu, cangkul atau koret. Akar dijaga supaya tidak putus, sehingga semua
bagian tanaman dapat terangkat. Sewaktu panen keberadan gulma di sekitar tanaman
perlu diperhatikan agar tidak ikut terbawa (Rahardjo, 2006)
Sementara proses pasca panen dapat dilakukan dengan cara simplisia (herba) yang terdiri dari akar, batang dan daun dicuci dengan air bersih, dibilas 2 sampai 3 kali, dan dipisahkan atau buang seluruh kotoran dan campuran tanaman lain. Herba yang telah dicuci dan dibilas ditiriskan dan dipotong sepanjang 1 – 2 cm. Herba potongan ini kemudian dikeringkan dengan matahari, atau dengan pengeringan kering angin di ruangan (menggunakan angin yang dihembuskan), atau kering oven dengan suhu 400C. Lapisan herba disusun setipis mungkin pada saat pengeringan, agar keringnya merata, atau tidak terjadi pembusukan dan terkontaminasi jamur. Alas pengering diusahakan bersih, bisa menggunakan alas berasal dari anyaman bambu atau bahan stainless steel. Proses pengeringan herba yang benar akan menghasilkan simplisia berwarna hijau seperti warna asli di waktu masih segar dan dicirikan rapuh atau remah apabila diremas, kadar airnya berkisar antara 10 – 12%. Simplisia yang kering tersebut dapat diolah langsung sebagai bahan baku jamu atau obat. Seandainya tidak diproses langsung sebagai jamu dan obat, atau hendak dikirim ke suatau daerah lain, simplisia tersebut hendaknya dikemas dalam kantong plastik yang kedap udara. Setiap kemasan kantong plastik berisi antara 2 – 5 kg simplisia purwoceng kering. Kemasan simplisida tersebut dimasukkan ke dalam kotak kardus untuk disimpan ditempat penyimpanan ber-AC (Rahardjo,2006).
Sementara proses pasca panen dapat dilakukan dengan cara simplisia (herba) yang terdiri dari akar, batang dan daun dicuci dengan air bersih, dibilas 2 sampai 3 kali, dan dipisahkan atau buang seluruh kotoran dan campuran tanaman lain. Herba yang telah dicuci dan dibilas ditiriskan dan dipotong sepanjang 1 – 2 cm. Herba potongan ini kemudian dikeringkan dengan matahari, atau dengan pengeringan kering angin di ruangan (menggunakan angin yang dihembuskan), atau kering oven dengan suhu 400C. Lapisan herba disusun setipis mungkin pada saat pengeringan, agar keringnya merata, atau tidak terjadi pembusukan dan terkontaminasi jamur. Alas pengering diusahakan bersih, bisa menggunakan alas berasal dari anyaman bambu atau bahan stainless steel. Proses pengeringan herba yang benar akan menghasilkan simplisia berwarna hijau seperti warna asli di waktu masih segar dan dicirikan rapuh atau remah apabila diremas, kadar airnya berkisar antara 10 – 12%. Simplisia yang kering tersebut dapat diolah langsung sebagai bahan baku jamu atau obat. Seandainya tidak diproses langsung sebagai jamu dan obat, atau hendak dikirim ke suatau daerah lain, simplisia tersebut hendaknya dikemas dalam kantong plastik yang kedap udara. Setiap kemasan kantong plastik berisi antara 2 – 5 kg simplisia purwoceng kering. Kemasan simplisida tersebut dimasukkan ke dalam kotak kardus untuk disimpan ditempat penyimpanan ber-AC (Rahardjo,2006).
DAFTAR PUSTAKA
Bramantyo J, Samanhudi, Rahayu M , (2013) Pengaruh
naungan dan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil purwoceng (Pimpinella
pruatan) di Tawangmangu. J Agron Res 2(5): 53-64
Rahardjo M, Yuhono 2006. Budidaya Akar Wangi, Mentha
dan Purwoceng. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 65 hal
Rivai, M.A., Rugayah, and E.A. Widjaja. 1992. Thirty
years of the eroded species medicinal crops. Floribunda. Pioneer of Indonesian
Plant Taxonomy, Bogor. 28 p.
Syaiful.2008. Kimia Purwoceng. Undip
pub. Semarang
0 komentar:
Posting Komentar