Rabu, 15 Juni 2016


Masa penjajahan Indonesia tidak langsung dimulai ketika orang-orang Belanda pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara pada akhir abad ke-16. Sebaliknya, proses penjajahan oleh Belanda merupakan proses ekspansi politik yang lambat, bertahap dan berlangsung selama beberapa abad sebelum mencapai batas-batas wilayah Indonesia seperti yang ada sekarang.
Selama abad ke-18, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (disingkat VOC) memantapkan dirinya sebagai kekuatan ekonomi dan politik di pulau Jawa setelah runtuhnya Kesultanan Mataram. Perusahaan dagang Belanda ini telah menjadi kekuatan utama di perdagangan Asia sejak awal 1600-an, tetapi pada abad ke-18 mulai mengembangkan minat untuk campur tangan dalam politik pribumi di pulau Jawa demi meningkatkan kekuasaan mereka pada ekonomi lokal. Namun korupsi, manajemen yang buruk dan persaingan ketat dari Inggris (East India Company) mengakibatkan runtuhnya VOC menjelang akhir abad ke-18. Pada tahun 1796, VOC akhirnya bangkrut dan kemudian dinasionalisasi oleh pemerintah Belanda. Akibatnya, harta dan milik VOC di Nusantara jatuh ke tangan mahkota Belanda pada tahun 1800. Namun, ketika Perancis menduduki Belanda antara tahun 1806 dan 1815, harta tersebut dipindahkan ke tangan Inggris. Setelah kekalahan Napoleon di Waterloo diputuskan bahwa sebagian besar wilayah Nusantara kembali ke tangan Belanda.

ARSITEK PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA
Dua nama menonjol sebagai arsitek Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal 1808-1811 ketika Belanda dikuasai oleh Perancis dan, kedua, Letnan Inggris Stamford Raffles, Gubernur Jenderal 1811-1816 ketika Jawa dikuasai Inggris. Daendels mereorganisasi pemerintahan kolonial pusat dan daerah dengan membagi pulau Jawa dalam distrik (yang juga dikenal sebagai residensi) yang dipimpin oleh seorang pegawai negeri sipil Eropa - yang disebutkan residen - yang secara langsung merupakan bawahan dari - dan harus melapor kepada - Gubernur Jenderal di Batavia. Para residen ini bertanggung jawab atas berbagai hal di residensi mereka, termasuk masalah hukum dan organisasi pertanian. Raffles melanjutkan reorganisasi pendahulunya dengan mereformasi pengadilan, polisi dan sistem administrasi di Jawa. Dia memperkenalkan pajak tanah di Jawa yang berarti bahwa petani Jawa harus membayar pajak, kira-kira nilai dua-perlima dari panen tahunan mereka, kepada pihak berwenang. Raffles juga sangat tertarik dengan budaya dan bahasa Jawa. Pada tahun 1817 ia menerbitkan bukunya The History of Java, salah satu karya akademis pertama yang topiknya pulau Jawa. Namun, reorganisasi administrasinya yang diterapkan Raffles juga berarti meningkatnya intervensi pihak asing di masyarakat dan ekonomi Jawa, yang tercermin dari meningkatnya jumlah pejabat peringkat menengah Eropa yang bekerja di residensi-residensi di pulau Jawa. Antara tahun 1825 dan tahun 1890 jumlah ini meningkat dari 73 menjadi 190 pejabat Eropa.
Sistem pemerintahan kolonial Belanda di Jawa adalah sistem yang direk (langsung) maupun dualistik. Bersamaan dengan hirarki Belanda, ada hirarki pribumi yang berfungsi sebagai perantara antara petani Jawa dan layanan sipil Eropa. Bagian atas struktur hirarki pribumi ini terdiri dari aristokrasi Jawa, sebelumnya para pejabat yang mengelola pemerintahan Mataram. Namun, karena dikuasai penjajah para priyayi ini terpaksa melaksanakan kehendak Belanda.
Meningkatnya dominasi Belanda atas pulau Jawa tidak datang tanpa perlawanan. Ketika Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan untuk membangun jalan di tanah yang dimiliki Pangeran Diponegoro (yang ditunjuk sebagai wali tahta Yogyakarta setelah kematian mendadak saudara tirinya), ia memberontak dengan didukung oleh mayoritas penduduk di Jawa Tengah dan menjadikannya perang jihad. Perang ini berlangsung tahun 1825-1830 dan mengakibatkan kematian sekitar 215,000 orang, sebagian besar orang Jawa. Tapi setelah Perang Jawa selesai - dan pangeran Diponegoro ditangkap - Belanda jauh lebih kuat di Jawa dibanding sebelumnya.

TANAM PAKSA ATAU SISTEM KULTIVASI DI JAWA
Persaingan dengan para pedagang Inggris, Perang Napoleon di Eropa dan Perang Jawa mengakibatkan beban finansial yang besar bagi keuangan Kerajaan Belanda. Diputuskan bahwa Jawa harus menjadi sebuah sumber utama pendapatan untuk Belanda dan karena itu Gubernur Jenderal Van den Bosch mendorong dimulainya era Tanam Paksa (para sejarawan di Indonesia mencatat periode ini sebagai era Tanam Paksa namun Pemerintah Kolonial Belanda menyebutnya Cultuurstelsel yang berarti Sistem Kultivasi) di tahun 1830. Dengan sistem ini, Belanda memonopoli perdagangan komoditi-komoditi ekspor di Jawa. Terlebih lagi, pihak Belanda lah yang memutuskan jenis (dan jumlah) komoditi yang harus diproduksi oleh para petani Jawa. Secara umum, ini berarti para petani Jawa harus menyerahkan seperlima dari hasil panen mereka kepada Belanda. Sebagai gantinya, para petani menerima kompensasi dalam bentuk uang dengan harga yang sudah ditentukan Belanda tanpa memperhitungkan harga komoditi di pasaran dunia. Para pejabat Belanda dan Jawa menerima bonus bila residensi mereka mengirimkan lebih banyak hasil panen dari waktu-waktu sebelumnya, dan karena itu mendorong intervensi top-down dan penindasan. Selain pemaksaan penanaman dan kerja rodi, pajak tanah Raffles juga masih berlaku. Sistem Tanam Paksa menghasilkan kesuksesan keuangan. Antara 1832 dan 1852, sekitar 19% dari total pendapatan pemerintah Belanda berasal dari koloni Jawa. Antara 1860 ke 1866, angka ini bertambah menjadi 33%.
Pada awalnya, Sistem Tanam Paksa tidak didominasi hanya oleh pemerintah Belanda saja. Para pemegang kekuasaan Jawa, pihak Eropa swasta dan juga para pengusaha Tionghoa bergabung di dalamnya. Namun, setelah 1850 - waktu Sistem Tanam Paksa direorganisasi - Pemerintah Kolonial Belanda menjadi pemain utama. Namun reorganisasi ini juga membuka pintu bagi pihak-pihak swasta untuk mulai mendominasi Jawa. Sebuah proses privatisasi terjadi ketika Pemerintah Kolonial secara bertahap mengalihkan produksi komoditi ekspor kepada para pengusaha Eropa.

ZAMAN LIBERAL HINDIA BELANDA
Semakin banyak suara-suara terdengar di Belanda yang menolak Sistem Tanam Paksa dan mendorong sebuah pendekatan yang lebih liberal bagi perusahaan-perusahaan asing. Penolakan Sistem Tanam Paksa ini terjadi karena alasan-alasan kemanusiaan dan ekonomi. Pada 1870 kelompok liberal di Belanda memenangkan kekuasaan di parlemen Belanda dan sukses menghilangkan beberapa karakteristik Sistem Tanam Paksa, seperti persentase penanaman dan keharusan menggunakan lahan dan tenaga kerja untuk mengekspor hasil panen. Kelompok liberal ini membuka jalan untuk dimulainya sebuah periode baru dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai Zaman Liberal (sekitar 1870-1900). Periode ini ditandai dengan pengaruh besar dari kapitalisme swasta dalam kebijakan kolonial di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial pada saat itu kurang lebih memainkan peran sebagai pengawas dalam hubungan antara pengusaha-pengusaha Eropa dengan masyarakat pedesaan Jawa. Namun - walaupun kaum liberal mengatakan bahwa keuntungan pertumbuhan ekonomi juga akan mengucur kepada masyarakat lokal - keadaan para petani Jawa yang menderita karena kelaparan, kurang pangan dan penyakit tidak lebih baik dibandingkan masa Tanam Paksa.
Abad ke-19 juga dikenal sebagai abad ketika Belanda melaksanakan ekspansi geografis yang substantial di Nusantara. Didorong oleh mentalisme imperialisme baru, negara-negara Eropa bersaing untuk mencari koloni-koloni di luar benua Eropa untuk motif ekonomi dan status. Salah satu motif penting bagi Benda untuk memperluas wilayah di Nusantara - selain keuntungan keuangan - adalah untuk mencegah negara-negara Eropa lain mengambil bagian-bagian dari wilayah ini. Pertempuran paling terkenal dan lama selama periode ekspansi Belanda adalah Perang Aceh yang dimulai di tahun 1873 dan berlangsung sampai 1913, berakibat pada kematian lebih dari 100,000 orang. Namun, Belanda tidak pernah memegang kontrol penuh atas Aceh. Integrasi politik antara Jawa dan pulau-pulau lain di nusantara sebagai kesatuan politis kolonial telah sebagian besar dicapai pada awal abad ke-20.

POLITIK ETIS DAN NASIONALISME INDONESIA
Ketika perbatasan Hindia Belanda mulai mengambil bentuk menjadi Indonesia saat ini, Ratu Belanda Wilhelmina membuat pengumuman pada pidato tahunannya di 1901 bahwa kebijakan baru, Politik Etis, akan diterapkan. Politik Etis (mengakui bahwa Belanda memiliki hutang budi kepada orang nusantara) bertujuan untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk asli. Cara untuk mencapai tujuan ini adalah melalui intervensi negara secara langsung dalam kehidupan (ekonomi), dipromosikan dengan slogan 'irigasi, pendidikan dan emigrasi'. Namun, pendekatan baru ini tidak membuktikan kesuksesan yang signifikan dalam meningkatkan standar kehidupan penduduk asli.
Politik Etis menyebabkan efek samping yang besar. Komponen pendidikan berkontribusi signifikan pada kebangkitan nasionalisme Indonesia dengan menyediakan alat-alat intelektual bagi masyarakat Indonesia untuk mengorganisir dan menyampaikan keberatan-keberatan mereka terhadap Pemerintah Kolonial. Politik Etis memberikan kesempatan, untuk sebagian kecil kaum elit Indonesia, untuk memahami ide-ide politik Barat mengenai kebebasan dan demokrasi. Untuk pertama kalinya orang-orang pribumi mulai mengembangkan kesadaran nasional sebagai 'orang Indonesia'.
Pada 1908, para pelajar di Batavia mendirikan asosiasi Budi Utomo, kelompok politis pribumi yang pertama. Peristiwa ini dianggap sebagai saat kelahiran nasionalisme Indonesia. Hal ini memulai tradisi politik kerja sama antara elit muda Indonesia dan para pejabat pemerintahan Belanda yang diharapkan untuk membantu wilayah Hindia Barat mencapai kemerdekaan yang terbatas. Bab selanjutnya dalam kebangkitan nasionalisme Indonesia adalah pendirian partai politik pertama berbasis masa, Sarekat Islam di 1911. Pada awalnya, organisasi ini didirikan untuk mendukung para pengusaha asli untuk melawan para pengusaha Tionghoa yang mendominasi ekonomi lokal namum kemudian mengembangkan fokusnya dan mengembangkan kedasaran politik populer dengan tendensi subversif. Gerakan-gerakan penting lainnya yang menyebabkan terbukanya pemikiran politik pribumi adalah Muhammadiyah, gerakan reformis sosio-religius Islam yang didirikan di tahun 1912 dan Asosiasi Sosial Demokrat Hindia, gerakan komunis yang didirikan tahun 1914 yang menyebarkan ide-ide Marxisme di Hindia Belanda. Perpecahan internal di gerakan ini kemudian mendorong pendirian Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1920.
Pada awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda mengizinkan pendirian gerakan-gerakan politik lokal namun ketika ideologi Indonesia diradikalisasi di tahun 1920an (seperti yang tampak dalam pemberontakan-pemberontakan komunis di Jawa Barat dan Sumatra Barat di tahun 1926 dan 1927) Pemerintah Belanda mengubah tindakannya. Sebuah rezim yang relatif toleran digantikan dengan rezim represif yang menekan semua tindakan yang diduga subversif. Rezim represif ini hanya memperparah keadaan dengan meradikalisasi seluruh gerakan nasionalis Indonesia. Sebagian dari para nasionalis ini mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di tahun 1927 sebagai sebuah reaksi pada rezim yang represif. Tujuannya adalah mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia.
Peristiwa penting lainnya bagi nasionalisme Indonesia adalah Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Pada kongres yang dihadiri organisasi-organisasi pemuda ini, tiga idealisme diproklamasikan, menyatakan diri memiliki satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Tujuan utama dari kongres ini adalah mendorong persatuan antara kaum muda Indonesia. Di dalam kongres ini lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan nasional (Indonesia Raya) dikumandangkan dan bendera nasional di masa kemerdekaan (merah-putih) dikibarkan untuk pertama kalinya. Pemerintah Kolonial Belanda bertindak dengan melakukan aksi-aksi penekanan. Para pemimpin nasionalis muda, seperti Soekarno (yang menjadi presiden pertama Indonesia di tahun 1945) dan Mohammad Hatta (wakil presiden Indonesia yang pertama) ditangkap dan diasingkan.

INVASI JEPANG KE HINDIA BELANDA
Pihak Belanda cukup kuat untuk mencegah nasionalisme Indonesia dengan cara menangkap para pemimpinnya dan menekan organisasi-organisasi nasionalis namun mereka tidak pernah bisa menghapuskan sentimen nasionalisme. Orang-orang Indonesia, di sisi lain, tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan para pemimpin kolonialis dan karenanya membutuhkan bantuan-bantan dari luar untuk menghancurkan sistem kolonial. Di Maret 1942, orang-orang Jepang, dibakar semangatnya oleh keinginan akan minyak, menyediakan bantuan tersebut dengan menguasai Hindia Belanda. Walaupun pada awalnya disambut sebagai pembebas oleh penduduk Indonesia, mereka segera mengalami kesengsaraan di bawah penjajahan Jepang: kekurangan makanan, pakaian dan obat dan juga kerja paksa di bawah kondisi yang menyiksa. Kurangnya makanan terjadi terutama disebabkan karena administrasi yang tidak kompeten, mengubah Jawa menjadi sebuah pulau penuh kelaparan. Orang-orang Indonesia bekerja sebagai buruh paksa (disebut romusha) ditempatkan untuk bekerja dalam proyek-proyek yang membutuhkan banyak tenaga kerja di Jawa.
Ketika Jepang mengambil alih para pejabat Belanda ditempatkan dalam kamp-kamp tawanan dan digantikan oleh orang-orang Indonesia untuk mengerjakan tugas-tugas kepemerintahan. Orang-orang Jepang mendidik, melatih dan mempersenjatai banyak kaum muda Indonesia dan memberikan suara politik kepada para pemimpin nasionalis. Ini memampukan para pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan masa depan bangsa Indonesia yang merdeka. Pada bulan-bulan terakhir sebelum penyerahan diri Jepang, yang secara efektif mengakhiri Perang Dunia II, pihak Jepang memberikan dukungan penuh pada gerakan nasionalis Indonesia. Hancurnya kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial Pemerintah Kolonial Belanda melahirkan sebuah era baru. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dua hari setelah penjatuhan bom atom di Nagasaki.

Selasa, 14 Juni 2016


LANGKAH AWAL TOP SCORER CHELSEA FC
• Lampard diboyong Chelsea dengan
banderol £11 juta dari West Ham
United
. • Frank Lampard resmi bergabung
dengan Chelsea pada 14 Juni 2001
silam usai dibeli dari West Ham United
dengan banderol £11 juta. Lampard
yang kala itu masih berusia 22 tahun
menandatangani kontrak berdurasi lima tahun di Stamford Bridge.
Keputusan Lampard hengkang
dilatarbelakangi oleh pemecatan sang
ayah, Frank Lampard Sr. yang sempat
menjadi asisten manajer West Ham
Harry Redknapp.Beberapa klub sempat mengincar Lampard sebelum
sepakat ke Chelsea, seperti Leeds
United dan Aston Villa. Namun,
Lampard akhirnya bergabung dengan
The Blues lantaran ingin tetap tinggal
di London. .
"Banyak hal terjadi di West Ham, tetapi
saya selalu mensyukurinya. Mereka
memberi saya kesempatan. Itu selalu
menjadi ambisi saya bahwa kelak saya
akan bermain di kompetisi Eropa," tambah Lampard, soal
alasannya hijrah ke Chelsea.
.
Lampard menjadi pemain Inggris
pertama yang dibeli Chelsea saat
ditukangi Claudio Ranieri. Potensi dalam diri Lampard dianggap mampu
membantu mendongkrak prestasi The
Blues yang finis di peringkat keenam
Liga Primer Inggris musim
2000/01.Pesona Lampard mulai
meningkat setelah melakoni debut profesional bersama West
Ham pada musim 1996/97. Selama
memperkuat West Ham, dia mencetak
24 gol dari total 147 penampilan.
Keputusan Lampard pindah ke
Chelsea terbukti tepat. Selain menjadi pemain kunci, Lampard turut berjasa
membawa Chelsea meraih tiga trofi
Liga Primer,
empat trofi Piala FA Inggris, dua trofi
Piala Liga Inggris, dua trofi Community
Shield dan masing-masing satu trofi Liga Champions serta Liga Europa.
.
Musim panas 2014 lalu, Lampard
mengkonfirmasi kepergiannya dari
Chelsea. Dia dikontrak dua tahun oleh
klub Amerika Serikat New York City FC sebelum langsung dipinjamkan
kembali ke Manchester City.
Meski berposisi sebagai gelandang,
Lampard dikenal memiliki insting
mencetak gol yang tajam. Dia menjadi
top skorer sepanjang Chelsea dengan torehan 211 gol. Lampard juga
terdaftar sebagai pemain keempat
dengan jumlah gol terbanyak di Liga
Primer yakni 177 gol

Kamis, 17 Desember 2015


Prospek pengembangan tanaman obat sangat baik pada masa mendatang. Faktor pendukung pengembangan tanaman obat di Indonesia antara lain adanya sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Pengobatan tradisional telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa.Isu global ‘back to nature’ meningkatkan pasar produk herbal Indonesia. Namun demikian, krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat dan kebijakan pemerintah berupa berbagai peraturan perundangan yang menunjukan perhatian serius bagi pengembangan tanaman obat.
Tanaman obat yang menjadi salah satu prospek pengembangan tanaman obat di Indonesia adalah Purwoceng. Tanaman purwoceng merupakn tanaman obat yang berpotensi besar untuk kesehatan, terutama untuk meningkatkan kebugaran dan stamina pada pria. Namun hal ini tidak dibarengi dengan adanya proses budidaya yang baik. Berdasarkan status erosi genetiknya, tanaman purwoceng dapat dikelompokkan ke dalam kategori genting (endangered) atau hampir punah (Rivai et al. 1992). Kegentingan tersebut terutama disebabkan oleh tindakan eksploitasi yang berlebihan tanpa diimbangi oleh upaya konservasi. Sebagian besar perusahaan obat tradisional (jamu) mengambil atau memanen bahan tanaman purwoceng secara langsung dari habitatnya tanpa usaha peremajaan. Mengingat bahan utama tanaman yang dipanen adalah akarnya, maka tindakan pemanenan secara otomatis merusak tanaman secara keseluruhan. Kegentingan tersebut juga disebabkan oleh rusaknya hutan konservasi yang menjadi habitat asli purwoceng. Selain itu, kegentingan juga disebabkan oleh langkanya budi daya purwoceng di tingkat petani karena adanya pencurian yang terkait dengan mahalnya komoditas tersebut. Kendala lain adalah mahalnya harga bibit yang dapat mencapai Rp 4.000-Rp 10.000 per batang, bahkan harga benih dapat mencapai jutaan rupiah setiap ons. Untuk tetap memelihara kelestarian tanaman purwoceng maka pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan edaran kepada industri jamu untuk tidak menggunakan bahan tanaman tersebut, kecuali dari sumber budi daya.

A.    Sejarah Tanaman Purwoceng
Purwoceng merupakan tanaman herba komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur. Populasi purwoceng sudah langka karena mengalami erosi genetik secara besar-besaran, bahkan populasinya di Gunung Pangrango Jawa Barat dan area pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah musnah (Darwati dan Roostika (2006) dalam Bramanty et al. (2013).
Purwoceng sampai saat ini diperkirakan hanya terdapat di dataran tinggi Dieng dan semakin dikenal keberadaannya karena khasiat yang dimilikinya. Sejarahnya bermula dari penduduk/petani di dataran tinggi Dieng yang setiap habis bekerja keras, kemudian mengkonsumsi air seduhan purwoceng dengan air panas. Tujuan awalnya untuk menjaga supaya kesehatannya terpelihara, tidak masuk angin dan sekedar untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi kemudian terjadi pergeseran kesan (image), yang tadinya hanya sekedar untuk memelihara derajat kesehatan, kemudian berkembang menjadi semacam obat kuat bagi kaum pria. Daerah sekitar pegunungan Dieng lahannya terjal, berbukit dengan tingkat kecuraman sampai 80 derajat, ditambah cuaca dingin yang menusuk, menuntut para petani setempat harus tetap prima kesehatannya. Perkembangan selanjutnya, komoditas tersebut semakin di cari orang terutama para pengusaha industri obat tradisional sebagai bahan baku obat kuat bagi laki-laki.

B.     Klasifikasi Tanaman Purwoceng
Kingdom               : Plantae
Divisi                     : Magnoliophyta
Kelas                     : Magnoliopsida
Bangsa                  : Umbelliflorae
Suku                      : Umbelliferae
Marga                    : Pimpinella
Jenis                      : Pimpinella pruatjan Molkenb.
Nama Indonesia    : Purwoceng, Purwaceng (Jawa).


Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb.) termasuk famili Apiaceae merupakan tanaman herbal tahunan aromatis yang tumbuh pada habitat dataran tinggi. Purwoceng merupakan tanaman terna, membentuk rosset, tangkai daun berada di atas permukaan tanah sehingga tajuk tanaman menutupi permukaan tanah hampir membentuk bulatan dengan diameter tajuk ± 3.645 cm (Rahardjo 2006). Purwoceng merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk silang. Purwoceng berbunga pada umur 5 – 6 bulan setelah tanam, tangkai bunga keluar pada bagian ujung tanaman. Setiap tandan bunga yang berbentuk payung terdapat bunga antara 8 – 15, yang selanjutnya akan membentuk biji. Dalam satu tanaman dapat menghasilkan 1.500 – 2.500 biji (Rahardjo 2006).
Purwoceng termasuk kelas Dicotyledoneae berakar tunggang. Ukuran akar bagian pangkal akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga terlihat seperti ginseng, tetapi ukurannya tidak sebesar ginseng. Akar-akar rambut keluar di ujung-ujung akar tunggang.

C.     Cara Budidaya Tanaman Purwoceng
Pada awalnya, purwoceng merupakan tanaman liar yang tumbuh di bawah tegakan tanaman keras atau hutan, sehingga kurang bagus pertumbuhannya apabila tanaman ini terkena sinar matahari langsung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, maka dalam budidaya purwoceng penanaman dilakukan di bawah tegakan atau ditumpangsarikan dengan tingkat naungan 45-55%. Tingkat naungan lebih dari 55% menyebabkan pertumbuhan purwoceng tertekan dan terjadi etiolasi, pertumbuhan memanjang dan secara visual tanaman terlihat kecil (Rahardjo 2006).
Berdasarkan pendapat Haryanti (2010) dalam Bramanty et al. (2013) masalah intensitas cahaya untuk tanaman purwoceng ini ada perbedaan kondisi yang ternaungi dan tidak ternaungi. Tumbuhan yang ternaungi akan menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah, laju fotosintesis lebih tinggi pada intensitas cahaya yang sangat rendah, titik kompensasi cahaya lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.
Purwoceng dapat diperbanyak dengan biji, setiap rumpun tanaman dapat menghasilkan ratusan biji bernas. Purwoceng akan membentuk bunga 6 Bulan Setelah Tanam (BST), setelah 2 bulan dari masa pembungaan biji telah (Pimpinella pruatjan Molkenb.) masak. Biji dapat dipanen apabila telah masak, yang dicirikan berwarna cokelat kehitaman dan selanjutnya dikeringkan. Biji yang telah kering dapat disemaikan di pesemaian. Biji yang sudah bisa di semaikan, selanjutnya ditabur pada petak yang dicampur dengan pupuk kandang secara matang dan diusahakan biji tertutup dan tidak terlihat. Selain itu ada pula cara pembibitan yang dilakukan dengan cara  pengambilan bibit yang telah tumbuh dengan sendirinya disekitar tanaman induk, kemudian dipindahkan ke polibag. Setelah kurang lebih selama 2 – 3 bulan di polibag tanaman baru bisa dipindahkan ke lahan produksi.
Dilihat dari pengolahan tanah, untuk tanaman purwoceng ini dilakukan dengan cara lahan yang telah dipilih, diolah sedalam 25 – 30 cm dengan menggunakan cangkul atau garpu, sehingga tanah menjadi gembur. Untuk menghindari terjadinya genangan air, agar aerasi tetap terjaga, perlu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar ± 1 – 1,5 m dan panjang ± 2 – 3 m atau disesuaikan dengan keadaan lahan. Jarak antara bedengan dibuat parit selebar 30 – 40 cm dengan kedalaman 20 – 30 cm. Lobang tanam dibuat dengan jarak antar lobang tanam disesuaikan dengan jarak tanam yang telah direncanakan.
Penanaman yang dilakukan dapat dengan cara menanam pada awal musim penghujan dan ketika ditanam pada musim kemarau harus ada aliran air yang cukup. Sementara itu jarak tanam yang dibutuhkan untuk menanam purwoceng ini adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Kemudian lubang tanam yang sudah sesuai dengan jarak tanamnya diberi pupuk kandang sebanyak 0,25-0,5 kg per lubang tanam. Disamping masalah penanamn, proses pemeliharaan juga menjadi faktor yang juga sangat perlu diperhatikan. Pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 minggu yaitu dengan melakukan penyulaman pada tanaman yang mati. Selain itu untuk menghindari adanya persaingan anatara tanaman dalam hal kebutuhan unsur hara, maka dilakukan penyiangan yang dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu. Penyiangan merupakan kegiatan untuk mencabut tanaman pengganggu seperti gulma yang bisa merugikan pertumbuhan tanaman purwoceng ini. Dilihat dari hambatan hama dan penyakit, selama ini belum ditemukan hama dan penyakit yang menyerang tanaman purwoceng ini secara signifikan, dan apabila terjadi penyerangan, maka penyemprotan dengan pestisida tidak boleh berlebihan.
Unsur hara merupakan kebutuhan pokok bagi tanaman, unsur hara mengandung banyak bahan organik dan mineral yang berfungsi sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berkaitan dengan unsur hara, maka pemupukan menjadi kegiatan yang sangat penting. Tanaman purwoceng membutuhkan pupuk kandang, SP36 dan KCl dan pupuk susulan terdiri dari Urea. Pupuk dasar berupa pupuk kandang diusahakan yang telah matang diberikan sebelum tanam, diberikan lebih kurang tiga hari sebelum tanam dengan dosis 20 – 40 t/ha, atau sebanyak 0,25 – 0,5 kg untuk setiap lobang tanam. Seluruh dosis pupuk SP36 dan KCl diberikan bersamaan saat tanam. Pupuk susulan diberikan tiga kali, 1/3 dosis pupuk Urea diberikan sebulan setelah tanam, 1/3 nya lagi diberikan pada tanaman umur 3 BST, dan 1/3 dosis berikutnya diberikan pada tanaman umur 5 – 6 BST. Cara pemberian pupuk dilakukan dengan cara tugal sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari tanaman di setiap rumpun tanaman. Pupuk Urea, SP36 dan KCl masing-masing diberikan dengan dosis 400, 200 dan 300 kg/ha, atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang ditanami.

D.    Kandungan Bioaktif
Penggunaan tanaman obat dibidang pengobatan pada prinsipnya tetap didasarkan pada prinsip-prinsip terapi seperti pada penggunaan obat moderen. Oleh karenanya informasi kandungan senyawa aktif tanaman obat mutlak diperlukan. Umumnya tanaman obat jarang memiliki bahan senyawa tunggal, sehingga sulit untuk memastikan kandungan aktif mana yang berkasiat untuk pengobatan penyakit tertentu. Misalnya khasiat akar tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) yang diketahui dari pengalaman-pengalaman orang kemudian berkembang menjadi image berkasiat sebagai aprodisiak ternyata mengandung :
a) turunan dari senyawa sterol, saponin, alkaloida
b) triterpenoid-steroid
c) sitosterol
d) stigmasterol
e) senyawa pergaphen dan iso pergaphen
f) Senyawa diuretik
g) Senyawa kumarin

Pengaruh Zat Kimia Terhadap Proses Kimia Dalam Tubuh
Proses kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup umumnya memerlukan enzim yang bertindak sebagai katalis di dalam tubuh. Kandungan dalam purwoceng disebut substrat yang menghasilkan produk. Enzim pada tanaman purwoceng termasuk enzim pencernaan yang bekerja di luar sel (eksrasel) karena purwaceng dicerna oleh tubuh.
Proses kimia pada tanaman purwaceng terdiri dari :
a.       Katabolisme yang bersifat eksergonik (menghasilkan energi kimia yang digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas sel)
b.      Anabolisme (kemosintesis dengan menggunakan sumber energi yang berasal dari reaksi kimia eksergonik dan oksidasi senyawa organik yaitu :
1.      Senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah.
2.      Akarnya digunakan sebagai aprosidiak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Tanaman obat bekerja memperbaiki imunitas tubuh, dan membangkitkan rangsang pada sistem syaraf pusat yang juga memperbaiki sirkulasi darah, lalu akan membangkitkan kesegaran tubuh dan mendorong gairah seksual, serta akhirnya fungsi ereksi membaik. Beberapa tanaman obat yang memiliki fungsi afrodisiaka atau pembangkit gairah erotis (obat erogenik atau sex arousal agent), di antaranya bawang putih dan Pimpinella pruacen atau purwoceng. Senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman ini memberikan efek memberi rasa hangat pada tubuh serta meningkatkan emosi. Tumbuhan ini bermanfaat memperbaiki peredaran darah perifer maupun peredaran darah otak yang akan menciptakan rangsang erotik lebih baik. Ini akan membangkitkan libido melalui susunan syaraf pusat dan otonom sehingga memproduksi penghantar syaraf (neurotransmitter) nitrit oksida (NO). NO merupakan syarat utama untuk terjadinya relaksasi otot polos dalam korpus kavernosum yang diperlukan untuk membangkitkan ereksi.
3.      Purwaceng memiliki kandungan sejumlah zat, seperti triterpenoid-steroid yaitu subset dari hormon seks yang menghasilkan perbedaan seks atau mendukung reproduksi. Corticosteroids termasuk Glukokortikoid dan mineralocorticoids. Glukokortikoid mengatur banyak aspek metabolisme dan fungsi kekebalan, sedangkan mineralocorticoids membantu mempertahankan kontrol volume darah dan ginjal ekskresi elektrolit.
4.       Sitosterol dan stigmasterol memiliki fungsi utama meningkatkan fertilitasspermatozoid. Tambah lagi senyawa afrodisialdi dalamnya. Afrodisial diyakini dapat membangkitkan hormon seksual.
5.      Tanaman ini juga mempunyai kandungan senyawa pergaphen dan iso pergaphen yang berfungsi meningkatkan stamina tubuh.
6.       Tanaman purwoceng mempunyai kandungan bahan yang bersifat aprodisiak pada akar mengandung senyawa diuretik . Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal sehingga mampu melancarkan air seni, peredaran darah, menghangatkan dan menyehatkan tubuh.
7.      Bagi konsumen yang terkena Disfungsi ereksi (DE). Purwoceng, daya kerjanya langsung ke syaraf-syaraf di sekitar organ genital pria.
8.       Akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker

Kegunaan Purwaceng Bagi Tubuh
Pada mulanya, tanaman purwaceng digunakan oleh penduduk disekitar pegunungan Dieng (daerah asalnya) hanya untuk pemeliharaan kesehatan atau peningkatan derajat kesehatan. Namun sejalan dengan perkembangan penelitian dan isu yang dihembuskan, tanaman ini berkembang menjadi komoditas yang sangat ”laku jual” sebagai bahan aprodisiak, bahkan kini telah dipopulerkan oleh masyarakat dan Kelompok Tani setempat dengan sebutan ”Viagra Jawa”. Setelah proses yang terjadi dalam tubuh. Sel menghasilkan produk-produk senyawa yang langsung memberikan manfaat nyata bagi tubuh. Manfaat yang dihasilkan tanaman purwaceng diantaranya :
1.      Khasiat purwaceng yang paling populer adalah untuk membangkitkan dan menjaga potensi vitalitas pria. Sebuah penelitian menunjukkan, purwaceng dapat meningkatkan libido, meningkatkan hormon testosteron, dan meningkatkan jumlah spermatozoid.
2.      Menghangatkan tubuh, saraf dan otot
3.      Menambah stamina tubuh
4.      Melancarkan buang air kecil.
5.      Berkhasiat sebagai obat analgetika (menghilangkan rasa sakit).
6.      Menurunkan panas
7.      Obat cacing
8.      Antibakteri dan Antikanker.
9.      Mengatasi disfungsi ereksi., impotensi, dan kanker prostat.
10.  Menghilangkan masuk angin dan pegal linu. (Syaiful, 2008)

E.     Panen dan Pacsa Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman memasuki masa generatif (berbunga), karena pada saat tersebut metabolisme metabolit sekunder ada dalam kondisi puncak, sehingga kandungan zat berkhasiat ada dalam kondisi yang maksimal. Metabolit sekunder tersebut yang mempunyai khasiat obat. Masa generatif tanaman purwoceng dimulai pada umur 6 – 12 BST. Panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau atau pada saat tidak banyak turun hujan. Pada musim kemarau, kandungan metabolit sekunder di dalam tanaman akan lebih tinggi dibanding dengan waktu panen yang dilakukan pada musim hujan dan banyak air. Panen tanaman dilakukan dengan mengangkat seluruh bagian tanaman termasuk akar, dengan cara menggali dengan menggunakan alat garpu, cangkul atau koret. Akar dijaga supaya tidak putus, sehingga semua bagian tanaman dapat terangkat. Sewaktu panen keberadan gulma di sekitar tanaman perlu diperhatikan agar tidak ikut terbawa (Rahardjo, 2006)
Sementara proses pasca panen dapat dilakukan dengan cara simplisia (herba) yang terdiri dari akar, batang dan daun dicuci dengan air bersih, dibilas 2 sampai 3 kali, dan dipisahkan atau buang seluruh kotoran dan campuran tanaman lain. Herba yang telah dicuci dan dibilas ditiriskan dan dipotong sepanjang 1 – 2 cm. Herba potongan ini kemudian dikeringkan dengan matahari, atau dengan pengeringan kering angin di ruangan (menggunakan angin yang dihembuskan), atau kering oven dengan suhu 400C. Lapisan herba disusun setipis mungkin pada saat pengeringan, agar keringnya merata, atau tidak terjadi pembusukan dan terkontaminasi jamur. Alas pengering diusahakan bersih, bisa menggunakan alas berasal dari anyaman bambu atau bahan stainless steel. Proses pengeringan herba yang benar akan menghasilkan simplisia berwarna hijau seperti warna asli di waktu masih segar dan dicirikan rapuh atau remah apabila diremas, kadar airnya berkisar antara 10 – 12%. Simplisia yang kering tersebut dapat diolah langsung sebagai bahan baku jamu atau obat. Seandainya tidak diproses langsung sebagai jamu dan obat, atau hendak dikirim ke suatau daerah lain, simplisia tersebut hendaknya dikemas dalam kantong plastik yang kedap udara. Setiap kemasan kantong plastik berisi antara 2 – 5 kg simplisia purwoceng kering. Kemasan simplisida tersebut dimasukkan ke dalam kotak kardus untuk disimpan ditempat penyimpanan ber-AC (Rahardjo,2006).


DAFTAR PUSTAKA
Bramantyo J, Samanhudi, Rahayu M , (2013) Pengaruh naungan dan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil purwoceng (Pimpinella pruatan) di Tawangmangu. J Agron Res 2(5): 53-64
Rahardjo M, Yuhono 2006. Budidaya Akar Wangi, Mentha dan Purwoceng. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 65 hal
Rivai, M.A., Rugayah, and E.A. Widjaja. 1992. Thirty years of the eroded species medicinal crops. Floribunda. Pioneer of Indonesian Plant Taxonomy, Bogor. 28 p.

Syaiful.2008. Kimia Purwoceng. Undip pub. Semarang

A.    Sejarah
Jahe merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan rumpun berbatang semu dan merupakan rimpang dari tanaman bernama ilmiah Zingiber officinale Rosc. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh  karena itu kedua bangsa ini disebut sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman,bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Tanaman jahe di dunia tersebar di daerah tropis, di benua Asia dan Kepulauan Pasifik. Akhir-akhir ini jahe dikembangkan di Jamaica, Brazil, Hawai, Afrika, India, China dan Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Thailand dan Indonesia. Jahe tumbuh di Indonesia ditemukan di semua wilayah Indonesia yang ditanam secara monokultur dan polikultur. Dalam dunia perdagangan, penamaan jahe didasarkan kepada daerah asalnya, misal jahe Afrika, jahe Chochin atau jahe Jamika. Sejak 250 tahun yang lalu, jahe di Cina sudah digunakan sebagai bumbu dapur dan obat. Di Malaysia, Filipina, dan Indonesia jahe banyak digunakan sebagai obat tradisional. Sedangkan di Eropa pada abad pertengahan, jahe digunakan sebagai aroma pada bir.

B.     Sistematika dari Klasifikasi
            B.1 Klasifikasi Tanaman Jahe

Divisi  : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas    : Monocotyledoneae
Ordo     : Zingiberales
Famili   : Zingiberaceae
Genus   : Zingiber
Species : Zingiber officinale Rosc. 

Famili Zingiberaceae terdapat di sepanjang daerah tropis dan sub tropis terdiri atas 47 genera dan 1.400 species. Genus Zingiber meliputi 80 species yang salah satu diantaranya adalah jahe yang merupakan species paling penting dan paling banyak manfaatnya. Nama Zingiber berasal dari bahasa Sansakerta ”Singeberi”. Kata ”Singaberi” dalam Bahasa Sansakerta itu berasal dari Bahasa Arab ”Zanzabil” atau Bahasa Yunani ”Zingiberi”.

B.2 Deskripsi Tanaman Jahe
Tanaman jahe tergolong terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Rimpang jahe berkulit agak tebal membungkus daging umbi yang berserat dan berwarna coklat beraroma khas. Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar (sempit). Berdaun tunggal, berbentuk lanset dengan panjang 15–23 mm, lebar 8–15 mm; tangkai daun berbulu, panjang 2-4 mm; bentuk lidah daun memanjang, dengan panjang 7,5–10 mm, dan tidak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75–3 kali lebarnya, sangat tajam; panjang malai 3,5–5 cm, lebar 1,5–1,75 cm gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah,berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun pelindung berbentukbundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak  berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm,lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit,berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 –3,5mm,bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik ada 2.

B.3 Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak
Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit
Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping             seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk          diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3) Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

C.    Teknik Budidaya
C.1 Pembibitan
a.       Persyaratan Bibit
1)         Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu.
2)         fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Olehkarena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
-      Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
-      Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
-      Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terlukaatau lecet.
b.      Teknik Penyemaian Bibit
           1)      Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam               sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti               kayu atau dengan bedengan.
a. Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampaikering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpangtersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 matatunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibittersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menitkemudian keringkan.Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu.
Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b. Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
       2) Penyiapan Bibit
           Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut                  dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam.                        Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

C.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
2) Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3) Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
4) Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp.
Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.

C.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c. Meningkatkan produktivitas lahan.
d. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
2) Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah
yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3) Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara
rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4) Periode Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

C.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2) Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu
kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3) Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya
dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4) Pemupukan
a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
b. Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
5) Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
6) Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

D.     Kegunaan dan Manfaat
Jahe (Zingiber officinale (L.) Rosc.) mempunyai kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley dan Jacobs 2000). Secara tradisional, kegunaannya antara lain untuk mengobati penyakit rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram, hipertensi, mual, demam dan infeksi (Ali et al. 2008; Wang dan Wang 2005; Tapsell et al. 2006). Jahe biasanya aman sebagai obat herbal (Weidner dan Sigwart 2001). Dilaporkan juga beberapa efek samping akibat konsumsi jahe seperti diare ringan atau reaksi alergi ringan. Efek samping terutama terjadi bila jahe dikonsumsi mentah. Hasil penelitian farmakologi menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas superoksida dan hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker, dan bersifat sebagai antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik pada konsentrasi tinggi (Manju dan Nalini 2005).
Jahe dilaporkan dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan meningkatkan performan dari jantung selama olah raga, karena memberikan efek relaks dalam tubuh. Selain itu, dapat mengurangi berat badan dan mengurangi mual dan muntah pada ibu hamil. Secara invitro telah dibuktikan bahwa bahan aktif dalam jahe berpotensi dan prospektif untuk mengobati penyakit Alzheimer (Kim et al. 2002), penyakit kronik seperti diabetes (Sekiya et al. 2004), dan hipertensi (Ghayur dan Gilani 2005). Untuk mencegah mabuk laut, telah dicobakan supplemen jahe terhadap 1741 orang turis dengan dosis 250 mg setiap 2 jam, hasilnya menunjukkan sangat efektif sama seperti bila mengkonsumsi obat untuk mencegah mabuk laut (Schmid et al. 1994).
Jahe tidak mengandung lemak dan gula sehingga dapat ditambahkan pada produk makanan untuk meningkatkan aroma tanpa penambahan kalori. Di India dan China, teh jahe yang dibuat dari jahe segar tidak hanya mengurangi berat badan tetapi dapat membantu pencernaan. Enzim jahe dapat mengkatalisa protein di dalam pencernaan sehingga tidak menimbulkan mual. Bubuk jahe dapat digunakan sebagai obat-obatan untuk produksi obat-obatan herbal dalam pengobatan demam dingin. Jahe segar telah digunakan dalam produksi anggur jahe dan jus yang digunakan sebagai minuman. Ada beberapa perusahaan swasta, yang terlibat dalam pembuatan pasta jahe dan produk berbasis jahe. Produk-produk dari jahe seperti teh jahe digunakan sebagai karminatif dan mengobati demam, di China digunakan sebagai tonik. Di Inggris, jahe ditambahkan pada bir untuk mengobati diare, mual dan muntah. Ekstrak jahe dicampur dengan asiatikosida dari pegagan dapat mengurangi selulit. Jahe dikenal mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang akan membantu menetralisir radikal bebas dan dapat menghambat kolagenase elastisitas pada kulit sehingga dapat digunakan sebagai antiselulit (Murad dan Marina 2002).


E.    Kandungan Bioaktif
Rasa khas jahe pada oleoresin jahe merah disebabkan adanya komponen non volatil, sedangkan aromanya ditimbulkan oleh adanya komponen volatil yaitu minyak atsiri jahe merah. Adanya flavor dan aroma khas jahe pada oleoresin jahe merah dikarenakan ekstraksi dengan pelarut mampu mengekstrak hampir semua komponen volatil dan non volatil yang terkandung dalam bubuk jahe merah kering. Jumlah minyak atsiri dalam oleoresin mempengaruhi kualitas oleoresin karena minyak atsiri yang bersifat volatil sangat menentukan aroma oleoresin tersebut. Semakin banyak kandungan minyak atsiri dalam oleoresin maka kualitas oleoresin semakin baik (Lestari, 2006).
Senyawa bioaktif yang terkandung dalam rimpang jahe, yaitu senyawa phenolic (shogaol dan gingerol) dan minyak atsiri, seperti bisapolen, zingiberen, zingiberol, curcurmen, 6-dehydrogingerdion, galanolakton, asam gingesulfonat, zingeron, geraniol, neral, monoakyldigalaktosylglykerol, gingerglycolipid. Senyawa zingeberen, merupakan senyawa yang sangat penting mengingat akan memberikan aroma pedas pada jahe. Beberapa senyawa bioaktif yang tekandung dalam jahe tersebut dapat diperoleh dari beberapa varitas, seperti jahe gajah, jahe merah dan jahe emprit. (Supriyanto dan Cahyono, 2012).
Oleoresin jahe mengandung komponen-komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai bahan utama, shogaol dan zingeron dalam jumlah sedikit. Jahe kering mengandung oleoresin yang terdiri dari gingerol, zingiberol, shagaol dan zingiberen sekitar 0,5-5,3%. Jahe segar 0,4-3,1%, tergantung umur panen dan tumbuhnya. Semakin tua umur umbi akar jahe besar kandungan oleoresinnya. Di dalam oleoresin terdapat persenyawan kimia gingerol 1,1-2,2% yang memberikan rasa pedas dan zingiberol sekitar 0,04% (Lestari, 2006).

F.    Panen dan Pasca Panen
1.      Panen
a.       Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bias ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
b.      Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
c.       Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
d.      Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
2.      Pasca Panen
a.       Sortasi Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
b.      Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
c.       Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
d.      Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan
cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
e.       Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
f.       Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.


  

DAFTAR PUSTAKA
Hasanah,Y dan Julianti,Elisa. 2008. Budidaya dan Teknologi Pasca Panen Jahe.
USU Press. Medan.

Hernani dan Winarti,Christina.(tidak diterbitkan). Kandungan Bahan Aktif Jahe
Dan Pemanfaatannya Dalam Bidang Kesehatan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Hal. 125-142

Lestari, W.E.W. 2006. Pengaruh Nisbah Rimpang dengan Pelarut dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Oleoresin Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sembiring,Bagem S dan Yuliani,Sri.(tidak diterbitkan). Penanganan Dan Pengolahan Rimpang Jahe Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Hal 111-124.

Supriyanto dan B. Cahyono. 2012. Perbandingan Kandungan Munyak Atsiri Antara Jahe Segar dan Jahe Kering. Chem. Prog. 5(2) : 81-85.