Kamis, 17 Desember 2015


Prospek pengembangan tanaman obat sangat baik pada masa mendatang. Faktor pendukung pengembangan tanaman obat di Indonesia antara lain adanya sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Pengobatan tradisional telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa.Isu global ‘back to nature’ meningkatkan pasar produk herbal Indonesia. Namun demikian, krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat dan kebijakan pemerintah berupa berbagai peraturan perundangan yang menunjukan perhatian serius bagi pengembangan tanaman obat.
Tanaman obat yang menjadi salah satu prospek pengembangan tanaman obat di Indonesia adalah Purwoceng. Tanaman purwoceng merupakn tanaman obat yang berpotensi besar untuk kesehatan, terutama untuk meningkatkan kebugaran dan stamina pada pria. Namun hal ini tidak dibarengi dengan adanya proses budidaya yang baik. Berdasarkan status erosi genetiknya, tanaman purwoceng dapat dikelompokkan ke dalam kategori genting (endangered) atau hampir punah (Rivai et al. 1992). Kegentingan tersebut terutama disebabkan oleh tindakan eksploitasi yang berlebihan tanpa diimbangi oleh upaya konservasi. Sebagian besar perusahaan obat tradisional (jamu) mengambil atau memanen bahan tanaman purwoceng secara langsung dari habitatnya tanpa usaha peremajaan. Mengingat bahan utama tanaman yang dipanen adalah akarnya, maka tindakan pemanenan secara otomatis merusak tanaman secara keseluruhan. Kegentingan tersebut juga disebabkan oleh rusaknya hutan konservasi yang menjadi habitat asli purwoceng. Selain itu, kegentingan juga disebabkan oleh langkanya budi daya purwoceng di tingkat petani karena adanya pencurian yang terkait dengan mahalnya komoditas tersebut. Kendala lain adalah mahalnya harga bibit yang dapat mencapai Rp 4.000-Rp 10.000 per batang, bahkan harga benih dapat mencapai jutaan rupiah setiap ons. Untuk tetap memelihara kelestarian tanaman purwoceng maka pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan edaran kepada industri jamu untuk tidak menggunakan bahan tanaman tersebut, kecuali dari sumber budi daya.

A.    Sejarah Tanaman Purwoceng
Purwoceng merupakan tanaman herba komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur. Populasi purwoceng sudah langka karena mengalami erosi genetik secara besar-besaran, bahkan populasinya di Gunung Pangrango Jawa Barat dan area pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah musnah (Darwati dan Roostika (2006) dalam Bramanty et al. (2013).
Purwoceng sampai saat ini diperkirakan hanya terdapat di dataran tinggi Dieng dan semakin dikenal keberadaannya karena khasiat yang dimilikinya. Sejarahnya bermula dari penduduk/petani di dataran tinggi Dieng yang setiap habis bekerja keras, kemudian mengkonsumsi air seduhan purwoceng dengan air panas. Tujuan awalnya untuk menjaga supaya kesehatannya terpelihara, tidak masuk angin dan sekedar untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi kemudian terjadi pergeseran kesan (image), yang tadinya hanya sekedar untuk memelihara derajat kesehatan, kemudian berkembang menjadi semacam obat kuat bagi kaum pria. Daerah sekitar pegunungan Dieng lahannya terjal, berbukit dengan tingkat kecuraman sampai 80 derajat, ditambah cuaca dingin yang menusuk, menuntut para petani setempat harus tetap prima kesehatannya. Perkembangan selanjutnya, komoditas tersebut semakin di cari orang terutama para pengusaha industri obat tradisional sebagai bahan baku obat kuat bagi laki-laki.

B.     Klasifikasi Tanaman Purwoceng
Kingdom               : Plantae
Divisi                     : Magnoliophyta
Kelas                     : Magnoliopsida
Bangsa                  : Umbelliflorae
Suku                      : Umbelliferae
Marga                    : Pimpinella
Jenis                      : Pimpinella pruatjan Molkenb.
Nama Indonesia    : Purwoceng, Purwaceng (Jawa).


Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb.) termasuk famili Apiaceae merupakan tanaman herbal tahunan aromatis yang tumbuh pada habitat dataran tinggi. Purwoceng merupakan tanaman terna, membentuk rosset, tangkai daun berada di atas permukaan tanah sehingga tajuk tanaman menutupi permukaan tanah hampir membentuk bulatan dengan diameter tajuk ± 3.645 cm (Rahardjo 2006). Purwoceng merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk silang. Purwoceng berbunga pada umur 5 – 6 bulan setelah tanam, tangkai bunga keluar pada bagian ujung tanaman. Setiap tandan bunga yang berbentuk payung terdapat bunga antara 8 – 15, yang selanjutnya akan membentuk biji. Dalam satu tanaman dapat menghasilkan 1.500 – 2.500 biji (Rahardjo 2006).
Purwoceng termasuk kelas Dicotyledoneae berakar tunggang. Ukuran akar bagian pangkal akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga terlihat seperti ginseng, tetapi ukurannya tidak sebesar ginseng. Akar-akar rambut keluar di ujung-ujung akar tunggang.

C.     Cara Budidaya Tanaman Purwoceng
Pada awalnya, purwoceng merupakan tanaman liar yang tumbuh di bawah tegakan tanaman keras atau hutan, sehingga kurang bagus pertumbuhannya apabila tanaman ini terkena sinar matahari langsung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, maka dalam budidaya purwoceng penanaman dilakukan di bawah tegakan atau ditumpangsarikan dengan tingkat naungan 45-55%. Tingkat naungan lebih dari 55% menyebabkan pertumbuhan purwoceng tertekan dan terjadi etiolasi, pertumbuhan memanjang dan secara visual tanaman terlihat kecil (Rahardjo 2006).
Berdasarkan pendapat Haryanti (2010) dalam Bramanty et al. (2013) masalah intensitas cahaya untuk tanaman purwoceng ini ada perbedaan kondisi yang ternaungi dan tidak ternaungi. Tumbuhan yang ternaungi akan menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah, laju fotosintesis lebih tinggi pada intensitas cahaya yang sangat rendah, titik kompensasi cahaya lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.
Purwoceng dapat diperbanyak dengan biji, setiap rumpun tanaman dapat menghasilkan ratusan biji bernas. Purwoceng akan membentuk bunga 6 Bulan Setelah Tanam (BST), setelah 2 bulan dari masa pembungaan biji telah (Pimpinella pruatjan Molkenb.) masak. Biji dapat dipanen apabila telah masak, yang dicirikan berwarna cokelat kehitaman dan selanjutnya dikeringkan. Biji yang telah kering dapat disemaikan di pesemaian. Biji yang sudah bisa di semaikan, selanjutnya ditabur pada petak yang dicampur dengan pupuk kandang secara matang dan diusahakan biji tertutup dan tidak terlihat. Selain itu ada pula cara pembibitan yang dilakukan dengan cara  pengambilan bibit yang telah tumbuh dengan sendirinya disekitar tanaman induk, kemudian dipindahkan ke polibag. Setelah kurang lebih selama 2 – 3 bulan di polibag tanaman baru bisa dipindahkan ke lahan produksi.
Dilihat dari pengolahan tanah, untuk tanaman purwoceng ini dilakukan dengan cara lahan yang telah dipilih, diolah sedalam 25 – 30 cm dengan menggunakan cangkul atau garpu, sehingga tanah menjadi gembur. Untuk menghindari terjadinya genangan air, agar aerasi tetap terjaga, perlu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar ± 1 – 1,5 m dan panjang ± 2 – 3 m atau disesuaikan dengan keadaan lahan. Jarak antara bedengan dibuat parit selebar 30 – 40 cm dengan kedalaman 20 – 30 cm. Lobang tanam dibuat dengan jarak antar lobang tanam disesuaikan dengan jarak tanam yang telah direncanakan.
Penanaman yang dilakukan dapat dengan cara menanam pada awal musim penghujan dan ketika ditanam pada musim kemarau harus ada aliran air yang cukup. Sementara itu jarak tanam yang dibutuhkan untuk menanam purwoceng ini adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Kemudian lubang tanam yang sudah sesuai dengan jarak tanamnya diberi pupuk kandang sebanyak 0,25-0,5 kg per lubang tanam. Disamping masalah penanamn, proses pemeliharaan juga menjadi faktor yang juga sangat perlu diperhatikan. Pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 minggu yaitu dengan melakukan penyulaman pada tanaman yang mati. Selain itu untuk menghindari adanya persaingan anatara tanaman dalam hal kebutuhan unsur hara, maka dilakukan penyiangan yang dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu. Penyiangan merupakan kegiatan untuk mencabut tanaman pengganggu seperti gulma yang bisa merugikan pertumbuhan tanaman purwoceng ini. Dilihat dari hambatan hama dan penyakit, selama ini belum ditemukan hama dan penyakit yang menyerang tanaman purwoceng ini secara signifikan, dan apabila terjadi penyerangan, maka penyemprotan dengan pestisida tidak boleh berlebihan.
Unsur hara merupakan kebutuhan pokok bagi tanaman, unsur hara mengandung banyak bahan organik dan mineral yang berfungsi sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berkaitan dengan unsur hara, maka pemupukan menjadi kegiatan yang sangat penting. Tanaman purwoceng membutuhkan pupuk kandang, SP36 dan KCl dan pupuk susulan terdiri dari Urea. Pupuk dasar berupa pupuk kandang diusahakan yang telah matang diberikan sebelum tanam, diberikan lebih kurang tiga hari sebelum tanam dengan dosis 20 – 40 t/ha, atau sebanyak 0,25 – 0,5 kg untuk setiap lobang tanam. Seluruh dosis pupuk SP36 dan KCl diberikan bersamaan saat tanam. Pupuk susulan diberikan tiga kali, 1/3 dosis pupuk Urea diberikan sebulan setelah tanam, 1/3 nya lagi diberikan pada tanaman umur 3 BST, dan 1/3 dosis berikutnya diberikan pada tanaman umur 5 – 6 BST. Cara pemberian pupuk dilakukan dengan cara tugal sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari tanaman di setiap rumpun tanaman. Pupuk Urea, SP36 dan KCl masing-masing diberikan dengan dosis 400, 200 dan 300 kg/ha, atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang ditanami.

D.    Kandungan Bioaktif
Penggunaan tanaman obat dibidang pengobatan pada prinsipnya tetap didasarkan pada prinsip-prinsip terapi seperti pada penggunaan obat moderen. Oleh karenanya informasi kandungan senyawa aktif tanaman obat mutlak diperlukan. Umumnya tanaman obat jarang memiliki bahan senyawa tunggal, sehingga sulit untuk memastikan kandungan aktif mana yang berkasiat untuk pengobatan penyakit tertentu. Misalnya khasiat akar tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) yang diketahui dari pengalaman-pengalaman orang kemudian berkembang menjadi image berkasiat sebagai aprodisiak ternyata mengandung :
a) turunan dari senyawa sterol, saponin, alkaloida
b) triterpenoid-steroid
c) sitosterol
d) stigmasterol
e) senyawa pergaphen dan iso pergaphen
f) Senyawa diuretik
g) Senyawa kumarin

Pengaruh Zat Kimia Terhadap Proses Kimia Dalam Tubuh
Proses kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup umumnya memerlukan enzim yang bertindak sebagai katalis di dalam tubuh. Kandungan dalam purwoceng disebut substrat yang menghasilkan produk. Enzim pada tanaman purwoceng termasuk enzim pencernaan yang bekerja di luar sel (eksrasel) karena purwaceng dicerna oleh tubuh.
Proses kimia pada tanaman purwaceng terdiri dari :
a.       Katabolisme yang bersifat eksergonik (menghasilkan energi kimia yang digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas sel)
b.      Anabolisme (kemosintesis dengan menggunakan sumber energi yang berasal dari reaksi kimia eksergonik dan oksidasi senyawa organik yaitu :
1.      Senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah.
2.      Akarnya digunakan sebagai aprosidiak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Tanaman obat bekerja memperbaiki imunitas tubuh, dan membangkitkan rangsang pada sistem syaraf pusat yang juga memperbaiki sirkulasi darah, lalu akan membangkitkan kesegaran tubuh dan mendorong gairah seksual, serta akhirnya fungsi ereksi membaik. Beberapa tanaman obat yang memiliki fungsi afrodisiaka atau pembangkit gairah erotis (obat erogenik atau sex arousal agent), di antaranya bawang putih dan Pimpinella pruacen atau purwoceng. Senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman ini memberikan efek memberi rasa hangat pada tubuh serta meningkatkan emosi. Tumbuhan ini bermanfaat memperbaiki peredaran darah perifer maupun peredaran darah otak yang akan menciptakan rangsang erotik lebih baik. Ini akan membangkitkan libido melalui susunan syaraf pusat dan otonom sehingga memproduksi penghantar syaraf (neurotransmitter) nitrit oksida (NO). NO merupakan syarat utama untuk terjadinya relaksasi otot polos dalam korpus kavernosum yang diperlukan untuk membangkitkan ereksi.
3.      Purwaceng memiliki kandungan sejumlah zat, seperti triterpenoid-steroid yaitu subset dari hormon seks yang menghasilkan perbedaan seks atau mendukung reproduksi. Corticosteroids termasuk Glukokortikoid dan mineralocorticoids. Glukokortikoid mengatur banyak aspek metabolisme dan fungsi kekebalan, sedangkan mineralocorticoids membantu mempertahankan kontrol volume darah dan ginjal ekskresi elektrolit.
4.       Sitosterol dan stigmasterol memiliki fungsi utama meningkatkan fertilitasspermatozoid. Tambah lagi senyawa afrodisialdi dalamnya. Afrodisial diyakini dapat membangkitkan hormon seksual.
5.      Tanaman ini juga mempunyai kandungan senyawa pergaphen dan iso pergaphen yang berfungsi meningkatkan stamina tubuh.
6.       Tanaman purwoceng mempunyai kandungan bahan yang bersifat aprodisiak pada akar mengandung senyawa diuretik . Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal sehingga mampu melancarkan air seni, peredaran darah, menghangatkan dan menyehatkan tubuh.
7.      Bagi konsumen yang terkena Disfungsi ereksi (DE). Purwoceng, daya kerjanya langsung ke syaraf-syaraf di sekitar organ genital pria.
8.       Akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker

Kegunaan Purwaceng Bagi Tubuh
Pada mulanya, tanaman purwaceng digunakan oleh penduduk disekitar pegunungan Dieng (daerah asalnya) hanya untuk pemeliharaan kesehatan atau peningkatan derajat kesehatan. Namun sejalan dengan perkembangan penelitian dan isu yang dihembuskan, tanaman ini berkembang menjadi komoditas yang sangat ”laku jual” sebagai bahan aprodisiak, bahkan kini telah dipopulerkan oleh masyarakat dan Kelompok Tani setempat dengan sebutan ”Viagra Jawa”. Setelah proses yang terjadi dalam tubuh. Sel menghasilkan produk-produk senyawa yang langsung memberikan manfaat nyata bagi tubuh. Manfaat yang dihasilkan tanaman purwaceng diantaranya :
1.      Khasiat purwaceng yang paling populer adalah untuk membangkitkan dan menjaga potensi vitalitas pria. Sebuah penelitian menunjukkan, purwaceng dapat meningkatkan libido, meningkatkan hormon testosteron, dan meningkatkan jumlah spermatozoid.
2.      Menghangatkan tubuh, saraf dan otot
3.      Menambah stamina tubuh
4.      Melancarkan buang air kecil.
5.      Berkhasiat sebagai obat analgetika (menghilangkan rasa sakit).
6.      Menurunkan panas
7.      Obat cacing
8.      Antibakteri dan Antikanker.
9.      Mengatasi disfungsi ereksi., impotensi, dan kanker prostat.
10.  Menghilangkan masuk angin dan pegal linu. (Syaiful, 2008)

E.     Panen dan Pacsa Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman memasuki masa generatif (berbunga), karena pada saat tersebut metabolisme metabolit sekunder ada dalam kondisi puncak, sehingga kandungan zat berkhasiat ada dalam kondisi yang maksimal. Metabolit sekunder tersebut yang mempunyai khasiat obat. Masa generatif tanaman purwoceng dimulai pada umur 6 – 12 BST. Panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau atau pada saat tidak banyak turun hujan. Pada musim kemarau, kandungan metabolit sekunder di dalam tanaman akan lebih tinggi dibanding dengan waktu panen yang dilakukan pada musim hujan dan banyak air. Panen tanaman dilakukan dengan mengangkat seluruh bagian tanaman termasuk akar, dengan cara menggali dengan menggunakan alat garpu, cangkul atau koret. Akar dijaga supaya tidak putus, sehingga semua bagian tanaman dapat terangkat. Sewaktu panen keberadan gulma di sekitar tanaman perlu diperhatikan agar tidak ikut terbawa (Rahardjo, 2006)
Sementara proses pasca panen dapat dilakukan dengan cara simplisia (herba) yang terdiri dari akar, batang dan daun dicuci dengan air bersih, dibilas 2 sampai 3 kali, dan dipisahkan atau buang seluruh kotoran dan campuran tanaman lain. Herba yang telah dicuci dan dibilas ditiriskan dan dipotong sepanjang 1 – 2 cm. Herba potongan ini kemudian dikeringkan dengan matahari, atau dengan pengeringan kering angin di ruangan (menggunakan angin yang dihembuskan), atau kering oven dengan suhu 400C. Lapisan herba disusun setipis mungkin pada saat pengeringan, agar keringnya merata, atau tidak terjadi pembusukan dan terkontaminasi jamur. Alas pengering diusahakan bersih, bisa menggunakan alas berasal dari anyaman bambu atau bahan stainless steel. Proses pengeringan herba yang benar akan menghasilkan simplisia berwarna hijau seperti warna asli di waktu masih segar dan dicirikan rapuh atau remah apabila diremas, kadar airnya berkisar antara 10 – 12%. Simplisia yang kering tersebut dapat diolah langsung sebagai bahan baku jamu atau obat. Seandainya tidak diproses langsung sebagai jamu dan obat, atau hendak dikirim ke suatau daerah lain, simplisia tersebut hendaknya dikemas dalam kantong plastik yang kedap udara. Setiap kemasan kantong plastik berisi antara 2 – 5 kg simplisia purwoceng kering. Kemasan simplisida tersebut dimasukkan ke dalam kotak kardus untuk disimpan ditempat penyimpanan ber-AC (Rahardjo,2006).


DAFTAR PUSTAKA
Bramantyo J, Samanhudi, Rahayu M , (2013) Pengaruh naungan dan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil purwoceng (Pimpinella pruatan) di Tawangmangu. J Agron Res 2(5): 53-64
Rahardjo M, Yuhono 2006. Budidaya Akar Wangi, Mentha dan Purwoceng. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 65 hal
Rivai, M.A., Rugayah, and E.A. Widjaja. 1992. Thirty years of the eroded species medicinal crops. Floribunda. Pioneer of Indonesian Plant Taxonomy, Bogor. 28 p.

Syaiful.2008. Kimia Purwoceng. Undip pub. Semarang

0 komentar:

Posting Komentar